Pemalsuan Sertifikat PTSL TWH Cs Dilaporkan ke Polda Jatim, Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen Negara

Pemalsuan Sertifikat PTSL Lamongan
Hayomi Gunawan,SH.,MH. bersama Khoirul Rozikin Pelapor (Tengah) Membuat Laporan di SPKT Polda Jatim. atas dugaan yang dialami dengan kerugian Rp. 700 juta atas dugaan pemalsuan dokumen untuk penerbitan SHM atas nama TWH lewat PTSL di Dusun Prijek, Desa Taman Prijek, Kec. Laren, Lamongan. Foto: Istimewa
Ruang Nurudin
Ruang Nurudin
Print PDF

Ruang.co.id – Kasus dugaan pemalsuan sertifikat PTSL yang melibatkan TWH, seorang warga dari Dusun Prijek, Desa Taman Prijek, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, terus bergulir. Pada Sabtu pagi (15/2), Khoirul Rozikin melaporkan dugaan pemalsuan dokumen negara kepada pihak Polda Jatim, yang menjadi titik awal penyelidikan lebih lanjut.

Dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Polisi No. : LP/B/240/II/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, disebutkan bahwa Khoirul Rozikin, yang merupakan pelapor, telah mengajukan laporan terkait pemalsuan sertifikat tanah yang terdaftar dalam program nasional PTSL. Pelapor mengklaim bahwa dokumen sertifikat yang diterbitkan oleh BPN Lamongan atas nama TWH, melibatkan praktik kejahatan pemalsuan dokumen negara yang disinyalir melibatkan oknum perangkat desa.

Khoirul Rozikin, yang diwakili oleh kuasa hukumnya Hayomi Gunawan, SH, MH, melaporkan TWH atas dugaan pemalsuan dokumen terkait tiga bidang tanah miliknya yang didaftarkan oleh TWH di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamongan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada Desember 2023. Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama TWH diterbitkan pada 24 Januari 2024.

Hayomi Gunawan menyatakan bahwa upaya penyelesaian sengketa melalui jalur kekeluargaan telah gagal, meskipun telah diajukan tiga kali somasi kepada TWH. Pihak pelapor merasa bahwa tindakan tersebut tidak dihargai, dan pemalsuan dokumen tanah yang terjadi harus diselesaikan secara hukum.

“Permintaan kami untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan telah diabaikan. Kami berharap proses hukum dapat memberikan keadilan,” ujar Khoirul Rozikin.

Kasus ini semakin kompleks dengan munculnya indikasi adanya peran serta perangkat desa dalam proses pendaftaran tanah TWH melalui program PTSL. Hayomi Gunawan mengungkapkan bahwa pemalsuan sertifikat tanah tersebut tidak hanya melibatkan TWH, tetapi juga diduga melibatkan perangkat desa Taman Prijek, seperti Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, dan sejumlah panitia PTSL.

Baca Juga  Temuan SHM Laut di Sidoarjo, Terbitkan Sertifikat Tanah yang Diduga Abrasi

Menurutnya, konspirasi antara TWH dan perangkat desa untuk memalsukan dokumen negara telah merugikan Khoirul Rozikin hingga sebesar Rp 700 juta.

Tanah yang dipermasalahkan meliputi tanah Keramanan, tanah Atusan, dan tanah Tegal, yang memiliki total luas sekitar 7.000 meter persegi. Tanah tersebut sebelumnya dibeli oleh Khoirul Rozikin pada tahun 2006 dan dikelola oleh keluarganya untuk pertanian. Meskipun ada bukti akta jual beli (AJB) dan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sah, proses PTSL yang dilakukan TWH ternyata melibatkan dokumen yang diduga palsu.

“Proses pendaftaran tanah melalui program PTSL 2023 ini penuh dengan kecurangan, yang berujung pada penerbitan sertifikat tanah palsu atas nama TWH,” ungkap Hayomi Gunawan.

Setelah melakukan mediasi kekeluargaan pada 17 Oktober 2024, pihak desa menyadari adanya kekeliruan dalam proses PTSL dan menyarankan agar TWH mengembalikan sertifikat tanah yang sudah diterbitkan kepada BPN. Namun, TWH tidak menunjukkan itikad baik dan memilih untuk mempertahankan sertifikat tersebut.

Khoirul Rozikin, yang merasa dirugikan, akhirnya melaporkan kasus ini ke Polda Jatim, dengan dugaan bahwa TWH telah melakukan pemalsuan dokumen negara melalui program PTSL yang seharusnya memberikan kemudahan, namun disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, setiap warga yang mengikuti program PTSL 2023 di desa tersebut dikenakan biaya sebesar Rp 700.000, meskipun sebelumnya biaya pendaftaran sempat ditetapkan sebesar Rp 1,3 juta dan sempat diprotes oleh warga.

Program PTSL adalah inisiatif pemerintah untuk memberikan sertifikat tanah kepada seluruh tanah yang belum terdaftar secara sistematis. Prosesnya melibatkan pendaftaran tanah oleh warga dengan bantuan dari pemerintah desa dan BPN.

Pemalsuan dokumen negara dalam kasus ini merujuk pada penerbitan sertifikat hak milik tanah yang menggunakan dokumen palsu atau tidak sah, yang berpotensi menimbulkan masalah hukum bagi pemilik sah tanah tersebut.

Pelapor, Khoirul Rozikin, telah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen negara ke Polda Jatim dan berharap proses hukum akan memberikan keadilan dalam menyelesaikan sengketa terkait sertifikat tanah palsu.

Untuk memastikan keaslian sertifikat tanah, warga dapat memeriksa data sertifikat melalui BPN atau menggunakan aplikasi yang disediakan oleh pemerintah untuk memverifikasi status dan keabsahan dokumen tanah.