Surabaya, Ruang.co.id – Mantan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor atau Gus Mudhlor, menjalani sidang perdana terkait dugaan korupsi pemotongan insentif ASN Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPD) Sidoarjo. Sidang ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, ruang Candra, pada Senin (30/9/2024), dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam persidangan, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Andry Lesmana, menegaskan bahwa tidak ada perlakuan istimewa terhadap Ahmad Muhdlor. “Tidak ada perlakuan spesial bagi terdakwa. Kami memperlakukan semua dengan standar yang sama,” ujar Andry, membantah kabar yang menyebutkan adanya perlakuan khusus terhadap mantan bupati tersebut.
Berbeda dengan terdakwa lain seperti Ari Suryono dan Siska Wati, yang sebelumnya ditempatkan di ruang tahanan Tipikor Surabaya, Ahmad Muhdlor sementara ditempatkan di lokasi terpisah. Andry menjelaskan, pemisahan ini dilakukan untuk menjaga jalannya sidang agar tetap kondusif, mengingat sudah ada dua terdakwa lain yang juga terlibat dalam kasus serupa.
“Baik Ari Suryono maupun Ahmad Muhdlor memiliki peran yang sedikit berbeda, jadi kami putuskan untuk memisahkan tempat tahanan mereka. Tidak ada perlakuan khusus,” jelas Andry usai persidangan.
Setelah sidang kasus Ari Suryono selesai, Ahmad Muhdlor akan dipindahkan ke ruang tahanan pengadilan Tipikor Surabaya sebelum sidang berikutnya dimulai. “Ruangan tahanan di Tipikor Surabaya hanya satu, jadi kami pisahkan untuk sementara waktu,” tambahnya.
Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Kantor BPPD Sidoarjo pada 25 Januari 2024. OTT tersebut terkait dugaan pemotongan insentif pajak pegawai di BPPD Sidoarjo. Pada 29 Januari 2024, KPK menetapkan Siska Wati (SW) sebagai tersangka dan menahannya.
Tak lama kemudian, mantan Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono (AS), juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Pemotongan insentif yang dilakukan berkisar antara 10 persen hingga 30 persen, tergantung pada jumlah insentif yang diterima oleh pegawai.
Menurut jaksa, Ari Suryono memerintahkan Siska Wati untuk mengkoordinir penyerahan uang tunai melalui bendahara yang ditunjuk di tiga bidang pajak daerah dan sekretariat. Suryono juga aktif berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaan Bupati untuk menyampaikan potongan dana tersebut.
Pada 2023, Siska Wati berhasil mengumpulkan sekitar Rp 2,7 miliar dari pemotongan insentif para ASN di BPPD. Jaksa KPK Andry Lesmana dalam pembacaan dakwaan mengungkapkan bahwa Ahmad Muhdlor diduga menerima aliran dana sebesar Rp 1,4 miliar dari total pemotongan yang mencapai Rp 8,5 miliar sejak 2021 hingga 2023.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Andry Lesmana, Ahmad Muhdlor didakwa melanggar Pasal 12 huruf F dan Pasal 12 huruf E UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2021.
“Terdakwa Ahmad Muhdlor diduga menerima Rp 1,4 miliar dari total pemotongan insentif ASN BPPD yang mencapai Rp 8,544 miliar sejak triwulan keempat 2021 hingga triwulan keempat 2023,” ujar Jaksa Andry.
Selain itu, dalam dakwaan kedua, Ahmad Muhdlor juga didakwa melanggar Pasal 55 ayat 1 KUHP dan Pasal 64 Ayat 1 KUHP terkait peran aktifnya dalam menerima potongan dana tersebut.
Sidang lanjutan kasus ini dijadwalkan akan digelar pada minggu depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.