Sidoarjo, Ruang.co.id ā Diberitakan secara sepihak oleh media online tanpa konfirmasi, Notaris Soesilowati, S.H., M.Hum, menyampaikan klarifikasi sekaligus menggunakan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999. Ia merasa dirugikan baik secara pribadi, profesional, maupun terhadap keluarga.
Berita yang dimuat pada 27 Februari 2024 oleh harianmedekapost.com berjudul āAdakah Notaris Abal-Abal?ā dianggap mencoreng reputasi yang telah dibangunnya selama puluhan tahun.
Padahal, menurut Soesilowati, pengurusan dokumen yang dipermasalahkan oleh klien berinisial APR telah dijalankan sesuai prosedur hukum.
“Awalnya kami ada pengurusan surat petok dari klien, prosesnya kami sudah jalankan semua. Namun karena tidak sabar, klien inisial APR mengungkap di sebuah media online. Tanpa konfirmasi ujuk-ujuk berita muncul,” tegas Soesilowati kepada awak media, Kamis (18/7).
Ia menjelaskan, proses pengurusan dari petok ke sertifikat memang memerlukan waktu cukup panjang, bahkan lebih dari satu tahun.
Hal itu disebabkan kelengkapan dokumen dari pihak klien yang diserahkan secara bertahap dan tidak utuh.
“Kami mengurus berkas APR dari petok ke sertifikat, induk 200 meter dibagi duaā100 m² untuk APR sendiri dan 100 m² dijual ke pihak lain. Proses ini melibatkan pemecahan, jual beli, hingga permohonan sertifikat yang semuanya berjalan sesuai hukum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Soesilowati merinci empat tahap pengurusan, mulai dari pengecekan letter-C hingga proses di BPN untuk pengakuan hak.
Seluruh bukti administratif dan legalitasnya lengkap dan terdokumentasi dengan baik.
Perlu diketahui, secara legal formal, Soesilowati telah diangkat sebagai notaris melalui Keputusan Menkumham No. C-1839.HT.03.01-Th.2002, dan sebagai PPAT melalui Keputusan Kepala BPN No. 2-X.A-2005.
Ia pun telah diambil sumpah oleh Gubernur Jatim dan Kepala Kantor BPN Sidoarjo.
“Yang terpenting, saya anggota aktif INI (Ikatan Notaris Indonesia) dan IPPAT (Ikatan Pejabat Pembuat Akte Tanah) Sidoarjo, dan tidak pernah dikenai sanksi organisasi. Bahkan dari kepolisian, SKCK saya bersih,” tegasnya lagi.
Soesilowati berharap klarifikasi ini dapat menjadi pelurusan informasi dan edukasi publik atas praktik jurnalistik yang etis.
Ia mengajak semua pihak untuk menjunjung tinggi asas keberimbangan atau cover boothside informasi demi keadilan dan martabat profesi hukum.
Ruang.co.id mencoba untuk mengkonfirmasi kebenaran karya tulis di harianmerdekapost.com itu yang disanggahnya. Di laman itu tertuliskan nama perusahaannya dan berbadan hukum. Terdapat boks redaksi yang begitu panjangnya dan lengkap, hampir seantero Nusantara ada perwakilan atau bironya.
Namun tidak ada satupun tertera alamat email redaksi ataupun setidaknya identitas yang dapat dikontak. Ruang.co.id kesulitan untuk mengkonfirmasi kebenaran beritanya yang dimuat harianmerdekapost.com.
Mengutip tentang medianya ātentang kamiā yang dapat kami cuplik, bahwa media itu hadir dengan komitmen memberikan berita terkini, opini yang jujur, dan laporan yang dapat diandalkan. Dan seterusnya.
Bila memang media yang bersangkutan di didik dan dilatih oleh penanggungjawab ataupun pemimpin redaksinya, bahwa jurnalisnya diperbolehkan dalam karyanya menuliskan dan memasukkan pikiran āopini yang jujurā sang jurnalisnya, sudah dapat dipastikan bahwa karya wartawannya salah kaprah.
Karena dalam UU Pers dan KEJ, jelas ā jelas melarang keras wartawan atau jurnalis memasukkan opini pribadi jurnalis dan atau dari pemikiran sang jurnalis terangkai di dalam karyanya. Hal itu demi menjaga orisinalitas karya jurnalistik dan obyektivitasnya.
Hingga pada akhirnya, notaris yang bersangkutan yang dirugikan ini, kesulitan untuk mengklarifikasi media itu melalui saluran hak jawabnya untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya sesuai dengan UU Pers.
Pelurusan tentang Media Siber (Media Online)
Menurut data Kemenkominfo, terdapat 43 ribu situs yang mengklaim sebagai media massa, namun tidak terverifikasi Dewan Pers.
Memang, tidak ada kewajiban hukum secara langsung dalam undang-undang yang mewajibkan media siber (media online) untuk terverifikasi oleh Dewan Pers.
Dalam sebuah buku: Hukum Pers di Indonesia, Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.CL., menjelaskan fenomena perusahaan pers dan bunga rampai karya jurnalistik atau non karya jurnalistik.
Di dalamnya juga membahas urgensi verifikasi media dan perlindungan terhadap karya jurnalistik.
Buku ini ditulis oleh mantan Ketua Mahkamah Agung sekaligus Ketua Dewan Pers periode 2010ā2016.
Namun dalam referensinya, verifikasi Dewan Pers sangat dianjurkan untuk memastikan bahwa media tersebut menjalankan praktik jurnalistik yang profesional dan sesuai dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Akan tidak ada persoalan dalam berita yang dimuatnya, bila mana media Siber telah menjalankan praktik jurnalistik yang sesuai dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Verifikasi ini juga sebagai jaminan etik dan legalitas operasional.
Verifikasi Dewan Pers bukan wajib secara hukum, tapi sangat penting secara etis dan profesional.
Media siber yang tidak terverifikasi tidak otomatis ilegal, tetapi rawan dianggap tidak kredibel dan tidak dilindungi Dewan Pers jika terjadi konflik hukum.
Namun kelebihannya, dari sumber buku tentang jurnalistik, media yang tidak terverifikasi Dewan Pers dan dianggap tidak memenuhi standar profesional jurnalistik dan KEJ, akibatnya tidak mendapat perlindungan hukum jurnalistik dari Dewan Pers jika terjadi sengketa pers.
Bila telah memenuhi unsur pidana atau perdata, media tersebut bisa diproses hukum pidana atau perdata.
Jikalau produk beritanya melanggar hukum, misalnya pencemaran nama baik, fitnah, hoaks, karena tidak dianggap sebagai karya jurnalistik yang dilindungi Pasal 8 dan 15 UU Pers.
Banyak media dikatakan abal-abal mengaku sebagai āpersā, padahal apalagi tidak berbadan hukum pers dan tidak menjalankan Kode Etik Jurnalistik. Inilah yang sering disorot oleh Kominfo dan Dewan Pers.
“Inilah mengapa literasi media menjadi penting. Jangan biarkan nama baik orang dirusak oleh pemberitaan yang tidak profesional,” pungkas Soesilowati.

