Ruang.co.id – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya akhirnya menjatuhkan vonis korupsi terhadap Drs. Moch. Wahyudi, mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan. Dalam sidang yang digelar Senin (29/9/2025), majelis hakim memutuskan vonis lebih ringan bagi terdakwa kasus korupsi RPHU Lamongan dibandingkan tuntutan jaksa.
Majelis hakim yang dipimpin Ni Putu Sri Indayani, SH menyatakan Wahyudi tidak terbukti dalam dakwaan primair. Namun dalam pertimbangan hukum yang berbeda, majelis menyatakan mantan Pejabat Pembuat Komitmen ini terbukti secara subsidair melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dalam proyek Rumah Potong Hewan Unggas tahun anggaran 2022.
Amar putusan yang dibacakan hakim menetapkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan disertai denda Rp 50 juta. Ketentuan tambahan menyatakan bahwa jika denda tidak dilunasi, akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan. Masa penahanan yang telah dijalani terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Putusan ini menunjukkan perbedaan signifikan dengan tuntutan sebelumnya dari JPU KPK. Awalnya, jaksa menuntut hukuman 2 tahun penjara disertai denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Kuasa hukum Wahyudi, Muhammad Ridlwan, SH mengkonfirmasi perbedaan ini dengan menyatakan: “Putusan ini memang lebih rendah dari tuntutan.”
Kuasa hukum dari Kantor Hukum Muhammad Ridlwan & Rekan tersebut menyatakan kekecewaan mendalam meski mengakui vonis lebih ringan. Ridlwan menegaskan bahwa kliennya hanya menjalankan tugas administratif dan tidak ditemukan niat jahat dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Karena apa yang dijalankan oleh kliennya semata-mata jalankan tugas administratif dan niat jahat tidak terbukti dan sepeserpun pak Wahyudi tidak menerima aliran dan/atau menikmati, tapi majelis hakim punya perspektif lain,” jelas kuasa hukum tersebut. Pihaknya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Usai sidang, Wahyudi memberikan tanggapan singkat namun penuh makna kepada wartawan. Dengan kalimat yang reflektif, ia menyatakan: “Siapa saya mas? Wong saya orang biasa. Nabi Yusuf saja pernah dipenjara 12 tahun atas dasar fitnah, apalagi saya. Tapi ikhtiar kebenaran tetap perlu diperjuangkan.”
Pernyataan ini mengungkapkan sisi emosional dari mantan Kadis Peternakan Lamongan yang merasa tidak bersalah dalam kasus yang menjeratnya. Responsnya menunjukkan penerimaan terhadap putusan namun dengan keyakinan untuk terus berjuang membuktikan kebenaran melalui upaya hukum yang masih terbuka.
Proses hukum yang dihadapi Wahyudi ternyata belum berakhir. Kuasa hukumnya mengungkapkan bahwa kliennya masih harus menghadapi proses hukum lain yang sedang berjalan. Terdakwa dijadwalkan memenuhi panggilan penyidik KPK pada 3-4 Oktober 2025 sebagai saksi dalam perkara pembangunan Gedung Pemda Lamongan.
Kedatangannya ke KPK ini terkait empat tersangka yang kini ditangani lembaga antirasuah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kasus korupsi di Lamongan masih terus bergulir dengan melibatkan berbagai proyek pembangunan milik pemkab setempat.
Dalam putusannya, majelis hakim juga menetapkan barang bukti berupa dokumen proyek, perjanjian kerja, laporan kegiatan, dokumen pencairan dana, serta sejumlah uang tunai dari berbagai pihak terkait proyek RPHU Lamongan untuk dirampas dan sebagian disetorkan ke kas negara. Hakim juga membebankan biaya perkara sebesar Rp 7.500 kepada terdakwa.
Kasus ini bermula dari proyek pembangunan RPHU Kabupaten Lamongan Tahun Anggaran 2022 yang bernilai miliaran rupiah. Proyek tersebut diduga menimbulkan kerugian keuangan negara akibat penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan. Dengan putusan ini, Wahyudi menjadi pejabat yang dijatuhi hukuman dalam perkara RPHU Lamongan, bersama terdakwa lain Davis Maherul Abbasiya dan Sandy yang juga telah divonis.

