DPRD Jatim dan Pemprov Jatim Setujui Perda Perubahan Pajak dan Retribusi Daerah

Revisi Perda PDRD Jatim
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menandatangani Perda Perubahan Perda no 8 tahun 2023 tentang perubahan pajak dan Restribusi Daerah bersama para pimpinan DPRD Jatim. ( foto: Humas Setwan DPRD Jatim)
Ruang Gentur
Ruang Gentur
Print PDF

Ruang.co.id – DPRD dan Pemprov Jatim sepakat menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan atas Perda Nomor 8 Tahun 2023 tentang PDRD untuk ditetapkan menjadi Perda.

Persetujuan tersebut ditandai dengan penandatanganan penetapan keputusan tersebut dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Kamis sore (27/11).

Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Jatim Blegur Prijanggono tersebut, seluruh fraksi telah menyampaikan pandangan akhir dan menyetujui revisi Perda PDRD itu.

“Semua saran, masukan dan harapan fraksi-fraksi yang telah disampaikan kepada gubernur Jawa Timur dalam pendapat akhir fraksi agar segera ditindaklanjuti,” ujar Blegur Prijanggono.

Penandatanganan tersebut langsung dilakukan pihak pimpinan Legislatif masing- masing, Wakil ketua DPRD Sri Wahyuni, Blegur Prijanggono, Hidayat dan ketua DPRD, M Musyafak Rouf. Sedangkan Pihak eksekutif langsung ditanda tangani Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa yang saat itu didampingi wakilnya Emil Elestianto Dardak.

Sebelum menandatangani keputusan tersebut, Gubernur menjelaskan, bahwa revisi perda ini merupakan usulan dari Pemprov Jatim.

“Syukur alhamdulillah Raperda tentang perubahan ini dapat disetujui untuk ditetapkan menjadi Perda,” papar Khofifah.

Mantan menteri sosial ini menerangkan, bahwa revisi perda ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Selain itu, untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku usaha terkait kewajiban pajak dan retribusi daerah, serta mendukung upaya percepatan pembangunan daerah melalui peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) yang berkelanjutan.

Pada Perda ini ada sejumlah pokok muatan materi yang mengalami perubahan dalam revisi Perda PDRD. Diantaranya, untuk perubahan pada sisi pajak daerah, Khofifah menjelaskan ada beberapa aturan yang diperlukan guna penyesuaian terhadap hasil pengkajian atas pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2023, serta penyesuaian terhadap kondisi perekonomian daerah melalui skema pajak dan retribusi yang lebih efektif, adil, dan sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah.

Baca Juga  Banggar Sampaikan Jawaban Perubahan APBD di Rapat Paripurna

Dalam Perda itu terdapat perbaikan substansi pada pasal 119 sesuai dengan jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Khususnya jenis pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU HKPD, pajak MBLB bukanlah jenis pajak daerah yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

“Dengan kata lain pajak MBLB bukanlah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi, melainkan pajak daerah yang dipungut oleh kabupaten/ kota sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) UU HKPD. Oleh karena itu, pengaturan mengenai Pajak MBLB dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2023 tidak tepat, sehingga perlu diubah,” terangnya.

Disamping itu terdapat pula perubahan ketentuan mengenai retribusi daerah.

Khofifah mengatakan, penyesuaian serta perubahan tarif retribusi daerah ini dilakukan dengan peninjauan ulang tarif Retribusi Daerah dan menambah objek Retribusi Daerah yang baru untuk memastikan bahwa objek dan tarif retribusi daerah yang ditetapkan mencerminkan prinsip keadilan, kemampuan masyarakat, serta potensi peningkatan PAD.

Khusus terhadap adanya usulan kebijakan. Pemerintah provinsi yang semula tidak memungut jenis pajak alat berat (PAB) mulai tahun 2025 dengan pertimbangan potensinya kurang memadahi. Melalui pembahasan bersama dengan Bapemperda DPRD Provinsi Jatim selaku pembahas terhadap Raperda ini, terdapat kesepakatan untuk tetap tidak dihapus. Namun ditunda pemungutannya hingga tahun 2029.

Selama waktu hingga 2029 itu, pemprov diminta melakukan pendataan dan pemutakhiran data. Jika hasil pendataan dan pemutakhiran objek PAB tersebut memiliki potensi signifikan sebagai objek PAB terhadap peningkatan pendapatan daerah, maka PAB dapat dipungut sebelum tahun 2029.

“Artinya bahwa pemerintah provinsi dapat memungut objek PAB sebelum Tahun 2029 manakala dari hasil pendataan dan pemutahiran objek PAB yang ditetapkan dengan keputusan gubernur memiliki potensi signifikan sebagai objek PAB,” tandas Khofifah.

Baca Juga  DPRD Jatim Terapkan Piket Harian: Wujud Nyata Pelayanan Publik

Namun demikian, apabila setelah tahun 2029 objek PAB masih belum menunjukkan potensi yang memadai, maka pemungutan PAB dapat dipertimbangkan untuk dihentikan melalui perubahan peraturan daerah sebagaimana mestinya.