Ruang.co.id – Kondisi pilu menyelimuti proses hukum atas sebidang tanah sengketa di Surabaya yang justru dialihfungsikan menjadi bisnis kost menguntungkan. Pemohon eksekusi mendesak Pengadilan Negeri Surabaya segera menerbitkan penetapan eksekusi mengingat putusan Mahkamah Agung telah berkekuatan hukum tetap. Desakan ini semakin menguat karena pihak tergugat diduga melakukan perlawanan hukum dengan mengubah fungsi lahan serta mempromosikannya secara agresif. Senin, (15/9/2025).
Putusan inkracht dari Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 222 juncto Putusan PN Surabaya No. 782/Pdt/2022/PN Surabaya ternyata belum juga dapat dieksekusi. Berkas perkara masih berada di tingkat Ketua PN Surabaya tanpa adanya progres signifikan. Kondisi ini memunculkan kritik terhadap lambatnya proses eksekusi yang berpotensi merugikan pemohon dan mengaburkan objek sengketa. Padahal, permohonan telah diajukan sejak 10 Juni 2025.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pihak tergugat tidak menyia-nyiakan kesempatan selama eksekusi tertunda. Mereka secara aktif mengelola tanah sengketa tersebut untuk keuntungan komersial dengan mengubahnya menjadi rumah kost. Promosi dilakukan secara terbuka, baik melalui pemasangan spanduk besar di lokasi maupun iklan online. Tindakan ini dinilai telah melanggar hukum dan prinsip kepastian justice.
Albertus Soegeng, SH., selaku kuasa hukum pemohon, menyoroti tindakan tergugat yang dinilai semakin berbahaya. Albertus Soegeng menegaskan, āKami menghormati proses hukum, namun kami juga memohon perhatian serius dari Bapak Ketua PN Surabaya agar segera menerbitkan penetapan eksekusi.” Ia menambahkan, āSaat ini termohon sudah menjadikan tanah sengketa sebagai rumah kost. Itu jelas tidak seharusnya dilakukan.ā Pernyataan ini disampaikannya pada Sabtu, 14 September 2025.
Pemohon berharap agar media dan publik memahami urgensi situasi ini. Percepatan proses eksekusi tidak hanya penting untuk menyelesaikan sengketa antar pihak, tetapi lebih jauh sebagai bukti nyata penegakan supremasi hukum. Tindakan cepat diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan aset sengketa yang berkelanjutan dan melindungi integritas objek perkara. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia peradilan di Indonesia.

