Skandal RPHU Lamongan Rp5 M: Saksi Bisu, Amplop ‘Hantu’, dan Sandiwara Korupsi yang Memalukan

Skandal korupsi RPHU Lamongan
Sidang Tipikor Surabaya ungkap fakta mencengangkan: proyek RPHU Lamongan Rp5 miliar dikerjakan saksi yang mengaku tidak tahu menahu. Foto: Istimewa
Ruang redaksi
Print PDF

Ruang.co.id – Pengadilan Tipikor Surabaya hari ini menjadi panggung sandiwara memalukan. Sepuluh saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) Lamongan senilai Rp5 miliar serempak mengaku tidak tahu apa-apa. Padahal, mereka adalah tim teknis, pengawas, dan pelaksana proyek yang seharusnya paling paham aliran dana APBD 2022 ini. Kamis, (10/7/2025).

Fakta paling menggelikan datang dari kesaksian Ir. Sulistiani Eka P, ketua tim teknis. Ia mengaku pernah menerima amplop dari Rio, sang konsultan pengawas proyek. Namun dengan wajah polos, Eka bersumpah amplop itu belum dibukanya sejak 2023. “Sampai sekarang belum saya buka, Yang Mulia,” ujarnya yang langsung disambut gelak tawa hadirin sidang.

Hakim Ni Putu Sri Indayani tak bisa menyembunyikan kekesalan. “Ini tahun 2025, amplop 2023 belum dibuka? Apa isinya surat dari masa depan?” sergahnya sarkastik. Eka hanya bisa menjawab dengan gemetar, “Saya tidak berani buka, Yang Mulia.” Pernyataan ini menguatkan dugaan adanya praktik suap dalam proyek strategis daerah tersebut.

Kesaksian drh. Asnah sebagai pejabat pengadaan semakin menambah daftar keanehan. Meski mengaku bertanggung jawab penuh atas Surat Keputusan (SK) pengadaan, ia bersikeras tidak menemukan masalah dalam proyek ini. Padahal, hakim dengan tegas menyatakan, “Ini uang rakyat Rp5 miliar, bukan recehan. Kok bisa semua pihak mengaku tidak tahu?”

Baca Juga  Konspirasi RPHU Lamongan Terbongkar: Pejabat Bersih Dijadikan Kambing Hitam?

Terdakwa Sandi, salah satu pelaksana proyek, malah melempar tanggung jawab ke PPTK Nur Yazid. Dalam kesaksiannya, Sandi mengaku menandatangani kontrak di ruang kerja Kepala Dinas Wahyudi, tapi bersikeras bahwa sang kepala dinas tidak tahu menahu. “Saat penandatanganan, Pak Wahyudi sedang dinas luar,” katanya seolah memberi pembenaran.

Pengacara Wahyudi, Muhammad Ridlwan, tampak bersemangat membela kliennya. “Dari semua saksi, tidak ada yang menyebut keterlibatan Pak Wahyudi,” tegasnya. Ridlwan bahkan berani menyindir, “Justru ada pihak lain yang lebih pantas jadi tersangka.” Pernyataan ini semakin menguatkan kesan bahwa kasus ini penuh dengan saling lempar tanggung jawab.

Baca Juga  Wahyudi Tumbal Korupsi RPHU Lamongan di Sidang Tipikor

Majelis hakim tampak tidak puas dengan perkembangan sidang. “Kita harus gali lebih dalam. Nilainya Rp5 miliar, bukan main-main,” tegas Hakim Indayani sebelum menutup sidang. Pekan depan, Nur Yazid dan Rio dijadwalkan menjadi saksi kunci yang diharapkan bisa membongkar kebuntuan kasus ini.

Dengan semua keanehan yang terungkap, publik mulai mempertanyakan: apakah pengadilan akan berani mengusut tuntas hingga ke aktor intelektual, atau hanya berhenti pada pelaksana lapangan? Kasus ini menjadi ujian berat bagi penegakan hukum di Jawa Timur, khususnya dalam menangani praktik korupsi proyek daerah.

Sidang yang dijadwalkan berlanjut pekan depan diprediksi akan menghadirkan lebih banyak kejutan. Apalagi dengan rencana pemanggilan Rio, sang konsultan yang disebut-sebut membagikan amplop misterius. Masyarakat pun bertanya-tanya: akankah ada pengakuan mengejutkan, atau justru akan lahir lebih banyak “penderita amnesia” baru di kursi saksi?